Angka Kematian IBu
Ibu hamil adalah masa dimana seorang wanita membawa embrio atau fetus di dalam tubuhnya. Setiap
hari 1.500 wanita meninggal akibat komplikasi kehamilan atau
persalinan. 10.000 bayi per hari meninggal dalam bulan pertama kehidupan
dan jumlah yang sama bayi lahir mati. Pada tahun 1996, World Heath Organization (WHO) meluncurkan strategi Making Pregnancy Safer (MPS). MPS
membantu untuk meningkatkan kesehatan ibu, membantu negara-negara untuk
menjamin tenaga kesehatan terampil sebelum, selama dan setelah
kehamilan, melahirkan serta memperkuat sistem kesehatan nasional (WHO,
2009).
Setiap
menit, setidaknya satu perempuan meninggal akibat komplikasi yang
berhubungan dengan kehamilan atau persalinan yang berarti 529.000 orang
ibu pertahun. Selain itu, untuk setiap wanita yang meninggal saat
melahirkan, sekitar 20 lebih menderita cedera, infeksi atau penyakit
kira-kira 10 juta perempuan setiap tahun. Lima hal penyebab dari
kematian ibu adalah komplikasi obstetrik langsung yaitu sebanyak lebih
dari 70%: perdarahan (25%), infeksi (15%), aborsi tidak aman (13%), eklampsia
(tekanan darah tinggi menyebabkan kejang-kejang 12%), kelahiran
sungsang (8%). Sementara itu penyebab utama kematian ibu, tidak
tersedianya sarana kesehatan, jauh dari sarana kesehatan, tidak
terjangkau fasilitas kesehatan, atau buruknya kualitas perawatan dari
petugas kesehatan (WHO, 2005).
Berdasarkan
data Departemen Kesehatan Republik Indonesia, angka kematian ibu hamil
banyak kali akibat para ibu tidak mempunyai akses untuk pergi ke bidan
maupun dokter yang ada di daerah-daerah. Menurut Dr. Lukman Laksmono
dari Direktorat Bina Kesehatan Ibu Depkes RI, pihaknya telah mengetahui
hal ini sejak lama. “Rata-rata, 10 % ibu di Indonesia tidak pernah
memeriksakan kandungannya ke petugas kesehatan. Pun, 30 % ibu di
Indonesia tidak melahirkan di dokter atau bidan. Mereka lebih memilih
untuk melahirkan di dukun,” kata Lukman. Departemen Kesehatan sendiri
menargetkan angka kematian ibu pada 2010 sekitar 226 orang dan pada
tahun 2015 menjadi 102 orang per tahun. Untuk mewujudkan hal ini, Depkes
sedang menggalakkan program Making Pregnancy Saver (MPS) dengan program
antara lain Program Perencanaan ersalinan dan Pencegahan Komplikasi
(P4K). “Kegiatan penanganan komplikasi merupakan hal yang paling vital
dalam menyelamatkan ibu hamil, tapi sampai saat ini kinerjanya justru
yang paling buruk,” kata Lukman.
Saat
ini, berdasarkan data dari Depkes, 70% ibu hamil yang mengalami
komplikasi tidak tahu harus ke mana ketika mengalami hal itu. Sementara
itu, 30 % sisanya belum tentu tertolong ketika datang ke petugas medis
di daerah-daerah. Hal ini karena keterbatasan alat dan keahlian serta
pengetahuan yang dimiliki oleh tenaga-tenaga medis di daerah terpencil.
Selain P4K, Depkes juga sedang mengusahakan untuk mengalokasikan dana
bagi penyediaan gizi bagi ibu hamil. “Saat ini, kami sedang mencoba
memasukkan anggaran bagi penyediaan gizi hamil ke RAPBN, tapi sampai
saat ini pemerintah belum mau menyediakannya,” kata Lukman.
Dengan
adanya desentralisasi, tambah Lukman, pemerintah daerah diharapkan
mampu menyediakan anggaran bagi kesehatan masyarakatnya sendiri tanpa
harus menunggu inisiatif dari pemerintah, seperti yang telah dilakukan
oleh pemerintah kabupaten kota Lebak dan Jembrana (Depkes RI, 2010)
Penyebab
langsung berkaitan dengan kematian ibu adalah komplikasi pada
kehamilan, persalinan, dan nifas yang tidak tertangani dengan baik dan
tepat waktu. Dari hasil survei (SKRT 2001) diketahui bahwa komplikasi
penyebab kematian ibu yang terbanyak adalah perdarahan, hipertensi dalam
kehamilan (eklampsia), infeksi, partus lama, dan komplikasi
keguguran. Angka kematian bayi baru lahir terutama disebabkan oleh
antara lain infeksi dan berat bayi lahir rendah. Kondisi tersebut
berkaitan erat dengan kondisi kehamilan, pertolongan persalinan yang
aman, dan perawatan bayi baru lahir (Syafrudin, 2009)
Dalam
upaya percepatan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI), pada tahun 2007
telah dikembangkan Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan
Komplikasi (P4K) di hampir seluruh Kabupaten/Kota di Indonesia. Sejalan dengan itu kunjungan antenatal care (K-1) telah meningkat dari 88,9% pada tahun 2004, menjadi 92,06% pada tahun 2007. Kunjungan antenatal care
(K-4) juga meningkat dari 77% pada tahun 2004 menjadi 81,75% pada tahun
2007. Persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan meningkat dari
74,3% pada tahun 2004 menjadi 79,32% pada tahun 2007 (RPJPK 2005-2025,
Depkes RI, 2009).
Angka
Kematian Ibu di Propinsi Jawa Barat pada tahun 2005 terdapat
321,5/100.000 kelahiran hidup, Angka Kematian Bayi 43,93/1000 kelahiran
hidup. Adapun faktor penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan
40- 60%, preeklamsi dan eklampsi 20-30 %, infeksi 20-30
%. Perdarahan merupakan faktor terbesar penyebab tingginya AKI.
Sedangkan penyebab tidak langsung yang mendasar adalah faktor
lingkungan, perilaku, genetik dan pelayanan kesehatan sendiri, salah
satunya adalah 53% ibu hamil menderita anemia, 4 Terlalu (hamil atau
bersalin terlalu muda dan tua umurnya, terlalu banyak anaknya dan
terlalu dekat jarak kehamilan/persalinannya) dan 3 Terlambat (terlambat
mengetahui tanda bahaya dan memutuskan rujukan, terlambat merujuk karena
masalah transportasi dan geografi, terlambat ditangani ditempat
pelayanan karena tidak efektifnya pelayanan di Puskesmas maupun di Rumah
Sakit (DinKes Jabar, 2005).
Angka Kematian Ibu di Indonesia Masih Jauh dari Target MDGs 2015
Ibu adalah orang tua perempuan dari seorang
anak yang merupakan sosok yang luar biasa, namun sangat peka terhadap
berbagai masalah kesehatan. Angka kematian ibu masih tinggi di
Indonesia. Kematian ibu adalah kematian perempuan pada saat hamil atau
kematian dalam kurun waktu 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa
memandang lamanya kehamilan atau tempat persalinan, yakni kematian yang
disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, tetapi bukan karena
sebab-sebab lain seperti kecelakaan, terjatuh, dll (Budi, Utomo. 1985).
Angka Kematian Ibu (AKI) adalah banyaknya kematian perempuan pada saat
hamil atau selama 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lama
dan tempat persalinan, yang disebabkan karena kehamilannya atau
pengelolaannya, dan bukan karena sebab-sebab lain, per 100.000 kelahiran
hidup. (www.datastatistik-indonesia.com).
Cara menghitung AKI adalah membagi jumlah
kematian ibu dengan waktu tertentu didaerah tertentu dengan jumlah
kelahiran hidup diwaktu tertentu didaerah tertentu dikali dengan
konstanta. Dua hal yang menjadi indikator terhadap kualitas pelayanan
kesehatan dan derajat kesehatan masyarakat di suatu wilayah adalah Angka
Kematian Ibu (AKI) atau Maternal Mortality Rate (MMR) dan Angka Kematian Bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate (IMR).
Millenium Development Goals (MDGs) atau Tujuan Pembangunan Milenium adalah Deklarasi Milenium hasil
kesepakatan kepala negara dan perwakilan dari 189 negara Perserikatan
Bangsa-bangsa yang dimulai September tahun 2000, berupa delapan butir
tujuan untuk dicapai pada tahun 2015. Targetnya adalah tercapai kesejahteraan rakyat dan pembangunan masyarakat pada 2015. Dari delapan butir tujuan MDGs, tujuan kelima adalah meningkatkan kesehatan ibu, dengan target menurunkan angka kematian ibu sebesar tiga perempatnya antara 1990 – 2015, serta yang menjadi indikator untuk monitoring yaitu angka kematian ibu, proporsi pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih, dan angka pemakaian kontrasepsi.
Target AKI di Indonesia pada tahun 2015 adalah 102 kematian per 100.000 kelahiran hidup. Sementara itu berdasarkan
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, Angka
Kematian Ibu (AKI) (yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan
nifas) sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini masih cukup
jauh dari target yang harus dicapai pada tahun 2015. Mampukah Indonesia
mengejar target AKI di Indonesia pada tahun 2015 diwaktu yang tersisa
ini?
Salah satu cara untuk menurunkan AKI di
Indonesia adalah dengan persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan yang
terlatih dan melakukan persalinan difasilitas pelayanan kesehatan.
Tenaga kesehatan terlatih yaitu dokter spesialis kebidanan dan kandungan
(SpOG), dokter umum, dan bidan. Berdasarkan data Profil Kesehatan
Indonesia tahun 2013 Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan secara nasional pada tahun 2013 adalah sebesar 90,88%. Cakupan
ini terus menerus meningkat dari tahun ke tahun. Sementara itu jika
dilihat dari cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan yang
terlatih menurut provinsi di Indonesia pada tahun 2013, tiga provinsi
dengan cakupan tertinggi adalah provinsi Jawa Tengah dengan cakupan
99,89%, Sulawesi Selatan 99,78%, dan Sulawesi Utara 99,59%. Sedangkan
tiga provinsi dengan cakupan terendah adalah Papua 33,31%, Papua Barat
(73,20%), dan Nusa Tenggara Timur (74,08%). (Data Profil Kesehatan
Indonesia tahun 2013).
Kondisi sosial budaya dimasing-masing daerah
turut memberikan konstribusi, masih banyak daerah yang masih menggunakan
dukun sebagai penolong persalinan, khususnya didesa-desa. Berdasarkan
data Riskesdas 2013, Penolong saat persalinan dengan kualifikasi
tertinggi dilakukan oleh bidan (68,6%), kemudian oleh dokter (18,5%),
lalu non tenaga kesehatan (11,8%). Namun sebanyak 0,8% kelahiran
dilakukan tanpa ada penolong, dan hanya 0,3% kelahiran saja yang
ditolong oleh perawat.
Hal ini ditunjang pula dengan kondisi sosial
ekonomi sebagian masyarakat yang masih berada digaris kemiskinan. Selain
itu, tidak meratanya fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan yang
tersebar di seluruh wilayah Indonesia turut menjadi salah satu penyebab
masalah kesehatan ibu.
Dengan pentingnya penurunan AKI di Indonesia,
sehingga diperlukan program terobosan yang memfokuskan pada kesehatan
ibu, khususnya didaerah-daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan.
Meningkatkan pengetahuan para ibu sehingga mereka mau, sadar dan mampu
mencegah masalah kesehatannya, dan perlu ditunjang dengan peningkatan
kualitas fasilitas pelayanan kesehatan dan sarana prasarana lainnya.
Referensi :
Kementerian Kesehatan RI. 2014. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar